
Triliunan Modal, Tapi Masih Rugi, Pengusaha Udang Vaname Keluhkan Biaya Tinggi
Potensi dan Tantangan Budidaya Udang Vaname di Bangka Belitung
Budidaya udang Vaname di Bangka Belitung terlihat menjanjikan, mengingat nilai penjualan yang mencapai triliunan rupiah. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Babel mencatat bahwa penjualan udang Vaname di triwulan II tahun 2025 mencapai sekitar Rp9,1 triliun. Namun, di balik angka tersebut, pengusaha menghadapi tantangan berat dalam hal biaya operasional dan keuntungan.
Ali Muhti, pimpinan PT Semeru Teknik, menyatakan bahwa meskipun hasil panen mencapai 200 ton per siklus, pendapatan bersih tidak sebanding dengan biaya produksi. Modal awal untuk membuka satu unit kolam tambak dengan ukuran 2.000 meter persegi mencapai Rp500 juta hanya untuk pembebasan lahan. Biaya ini belum termasuk infrastruktur dasar, instalasi listrik, kincir air, dan sistem pemeliharaan.
Selain itu, biaya operasional bulanan bisa melebihi Rp1 miliar. Sebagian besar dari angka ini digunakan untuk listrik, karena kincir air membutuhkan suplai energi besar untuk kelangsungan hidup udang. Jika kincir mati, udang bisa stres dan mati massal. Biaya lain seperti pakan, perawatan alat, pembelian mesin, serta gaji tenaga kerja juga sangat besar.
Dengan produksi sebesar 5 ton per kolam per siklus, total produksi 40 kolam mencapai 200 ton. Jika harga jual Rp60 ribu per kilogram, pendapatan kotor bisa mencapai Rp12 miliar. Namun, realitanya lebih kecil karena banyak udang yang mati sebelum panen. Harga jual juga cenderung stagnan atau turun, membuat keuntungan sulit dicapai.
Tambak udang dulu digadang-gadang sebagai pengganti industri tambang di Bangka Belitung. Namun, kenyataannya berbeda. Ali Muhti mengaku telah habis-habisan, tetapi ujungnya banyak tekor. Petambak kini berada di persimpangan sulit: jika usaha ditutup, peralatan akan terbengkalai dan rusak. Jika tetap dijalankan, risiko tinggi, terutama jika ada penyakit yang bisa merusak seluruh produksi.
Penjualan dan Ekspor Udang Vaname
Penjualan udang Vaname di Bangka Belitung mencapai posisi teratas dalam urutan nilai rupiah. Di kuartal II tahun 2025, sebanyak 5.361.949 kg udang Vaname terjual ke luar daerah, dengan total penjualan sekitar Rp9,1 triliun. Sayangnya, jumlah penjualan ini tidak secara maksimal terserap menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Babel.
Udang Vaname dari Babel diekspor ke luar negeri, terutama ke Eropa dan Amerika. Kepala Bidang Pengembangan Usaha Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan DKP Babel, Arief Febrianto, menjelaskan bahwa hasil panen tidak bisa langsung diekspor ke pasar internasional. Pelaku usaha harus mengirim hasil panen ke Jakarta atau Lampung terlebih dahulu untuk diolah sesuai standar global.
Praktik ini membuat daerah kehilangan potensi PAD nonpajak yang seharusnya bisa diperoleh jika ekspor dilakukan langsung dari Babel. Arief menambahkan bahwa saat ini beberapa komoditas perikanan bisa langsung diekspor dari Babel, seperti udang kipas, ikan tenggiri, kerapu, dan beberapa jenis ikan lainnya. Namun, udang vaname berbeda karena standar pengolahan yang lebih tinggi.
Potensi Ekspor dan Tantangan
Badan Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bangka Belitung menilai Babel memiliki potensi besar untuk menjadi daerah pengekspor udang Vaname. Produksi udang Vaname di Babel rata-rata mencapai 15.000–22.000 ton per tahun. Namun, Babel belum bisa melakukan ekspor langsung ke luar negeri, termasuk ke Amerika Serikat yang merupakan pasar terbesar.
Kepala BMKKP Babel, Dedy Arief Hendriyanto, menjelaskan bahwa ekspor langsung sangat memungkinkan jika fasilitas penyimpanan dan pembekuan di Babel sudah memenuhi standar internasional. Saat ini, Babel belum memiliki fasilitas pembekuan udang yang memadai. Selain itu, logistik dan sarana hilirisasi masih kurang.
Dedy mencontohkan bahwa Babel sudah mampu melakukan ekspor langsung untuk komoditas lain, seperti cumi-cumi ke Malaysia dan Singapura, serta ikan dan udang kipas ke Australia. Untuk komoditas ini, pengemasan dan dokumen ekspor dilakukan di Babel, sehingga pendapatan daerah meningkat signifikan.
Peluang pasar internasional untuk udang Indonesia disebut Dedy sangat terbuka. India, yang menjadi eksportir udang terbesar dunia, kini dikenai tarif perdagangan 50 persen oleh Amerika Serikat, sedangkan Indonesia hanya 19 persen. Ini menjadi peluang besar bagi udang vaname Indonesia.
Namun, pasar Amerika mensyaratkan standar mutu yang ketat, termasuk pemeriksaan FDA yang melarang kandungan antibiotik tertentu. Badan Mutu KKP berwenang menjamin hal ini. Dedy juga menjelaskan bahwa udang yang dikirim ke Amerika umumnya tanpa kepala karena kepala dianggap limbah di sana. Jika diolah di Babel, kepala udang bisa dijual untuk pasar lokal atau industri lain, menambah nilai ekonomi.
Selain pengolahan, Dedy menekankan pentingnya pembinaan kepada pelaku usaha perikanan. Badan Mutu KKP siap mendampingi agar pelaku usaha memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan, termasuk sertifikasi HACCP. Jika fasilitas, SDM terlatih, dan koordinasi baik, Babel tidak hanya jadi penghasil udang, tapi juga eksportir langsung dengan potensi besar.